Jakarta, Pengendalian malaria perlu mendapat perhatian lebih karena selain bisa menjangkiti banyak orang, malaria juga banyak menyebabkan kematian dan menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).
"Meskipun, menurut riset yang dilakukan sejak tahun 2008 sampai 2012, jumlah kasus malaria di Indonesia menurun," kata Prof. Dr Amrul Munif, MSc dari Bidang Entomologi dan Molusca (Biologi Lingkungan) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.
"Upaya intervensi sudah dilakukan sejak tahun 2004 sampai nanti tahun 2030. Caranya yakni dengan menggunakan kelambu berinsektisida dan penyemprotan insektisida, khususnya untuk wilayah pedesaan," lanjut Prof Munir di sela-sela Orasi Ilmiah Pengukuhan Profesor Riset tahun 2013 di kantor Kemenkes, JL.HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2013).
Mengingat faktor biotik persebaran nyamuk anopheles, Prof Munir mengatakan, "parasit seperti cendawan itu bisa mematikan nyamuk. Selain itu, untuk menumpas larva nyamuk, kita bisa menggunakan ikan misalnya ikan cecere pemakan jentik".
Faktor biotik terdiri dari penyebaran spesies, bakteri patogen, parasit, predator larva nyamuk, dan kerapatan vegetasi seperti keteduhan dan jumlah sinar matahari. Sedangkan, faktor abiotik terdiri dari intensitas sinar matahari, kecepatan angin, dan curah hujan.
"Dengan memelihara hewan ternak juga bisa menjadi penghalang kontak nyamuk dengan manusia. Sebab, untuk nyamuk yang sering tinggal di dalam rumah, ia akan cenderung menghisap darah hewan," tutur Prof Munif.
Hal ini dikarenakan tiap spesies nyamuk anopheles memiliki waktu berbeda untuk mencari darah. Contohnya, nyamuk yang habitatnya di ekosistem hutan, maka ia akan mencari darah di siang hari.
"Malaria masih menjadi masalah kesehatan masyrakat Indonesia karena masih memiliki risiko penularan yang tinggi terutama di desa dengan ekosistem penyebarannya berupa pantai, hutan, atau gunung," kata Prof Munif.
Sumber @detikHealth